Jumat, 27 Maret 2009


Keterangan Foto : BERI KETERANGAN : Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), APM Simanjuntak saat memberikan keterangan terkait permasalahan kehutanan di wilayah Tapteng. Meski UU Kehutanan yang bertujuan meringankan masyarakat sudah diberlakukan, namun masyarakat Tapteng masih banyak yang tidak mengurus izin penebangan dari pihak – pihak terkait. Foto : TIGOR MANALU

Penebang “Liar” Masih Marak di Wilayah Tapteng
TIGOR MANALU - TAPTENG
Meski Undang – undang tentang pemanfaatan dan pengelolaan hasil hutan dengan tujuan meringankan masyarakat dalam hal pemanfaatan hasil perkebunannya telah lama dikeluarkan, namun penebang – penebang “liar” yang tidak mengantongi izin penebangan masih marak dan tetap ada di wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng).

“Kondisi ini tercipta disebabkan beberapa faktor seperti faktor ekonomi masyarakat yang masih lemah, sehingga enggan mengurus surat izin penebangan ke dinas kehutanan atau ke kepala desa (kades) dan minimnya jumlah petugas kehutanan di kecamatan – kecamatan yang ada di wilayah Tapteng. Disamping itu tingkat kesadaran masyarakat masih minim, meskipun sekarang ini sudah mengalami peningkatan yang cukup signifikan.Inilah yang menjadi faktor kendala, kenapa penebang ‘liar’ masih ada di daerah ini. Apalagi, di beberapa kecamatan, belum ada petugas kehutanan kita,”ungkap Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tapteng, APM Simanjuntak kepada wartawan dikantornya, Jum’at (27/3).

Menurutnya, untuk mengawasi aksi penebangan liar yang berujung terjadinya kerusakan hutan di wilayah Tapteng, pihaknya tetap memantau atau mengontrol perkembangan dilapangan dan selalu melakukan sosialisasi ke tengah – tengah masyarakat, bahkan telah melayangkan permohonan ke Dinas kehutanan propinsi hingga ke Departemen Kehutanan pusat di Jakarta untuk menempatkan polisi kehutanan (polhut) di wilayah kabupaten Tapteng. Tetapi, sampai sekarang, permohonan tersebut belum dapat direalisasikan.

“Memang di propinsi banyak Polhut. Tetapi yang menjadi pertanyaan, apakah petugas – petugas itu mau ditempatkan kemari, apalagi proses perpindahan sekarang sangat sulit diperoleh,”ujar APM Simanjutak sembari menambahkan, bahwa untuk mengelola hasil perkebunan (kayu) di lahan seluas 2 Ha, pemilik lahan cukup mengantongi surat izin dari Kepala Desa (Kades) dan diketahui oleh petugas Dishutbun kecamatan. Sedangkan diatas jumlah itu, pemilik lahan harus memperoleh surat izin penebangan dari Dishutbun.

Ditempat terpisah, Anggota DPRD Tapteng, Antonius Hutabarat saat diminta tanggapannya terkait masalah ini mengatakan, sebenarnya, pihak yang lebih mengetahui tentang permasalahan masih ada atau tidaknya pelaku penebangan liar di wilayah Tapteng adalah pihak kepolisian.

Meski demikian, katanya, kita berharap, pihak kepolisian dan kehutanan agar lebih aktif melakukan pengawasan dilapangan guna mencegah kerusakan hutan yang dapat mengakibatkan bencana alam.

# Program Revitalisasi Belum Memuaskan
Pada tahun 2007 lalu, Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Pemkab Tapteng meluncurkan program revitalisasi perkebunan seluas 1250 Ha dan pada tahun 2008 lalu seluas 400 hektar lebih. Namun, sampai sekarang, baru 3,5 Ha lahan perkebunan yang sudah melaksanakan program tersebut.

“Sebenarnya, program revitalisasi perkebunan ini tergantung permintaan masyarakat ke Bank Sumut dengan fasilitator Dishutbun. Artinya, kita boleh menargetkan, tetapi keadaan keuangan, Bank yang menentukan,”kata Kadishutbun APM Simanjuntak.

Menurut dia, pihaknya sudah berupaya semaksimal mungkin untuk memuluskan program revitalisasi perkebunan tersebut. Tetapi sejauh ini, dari data yang ada baru 3,5 Ha yang sudah terealisasi, meskipun Dishutbun Tapteng sudah mengupayakan keberhasilan program ini ke Departemen atau ke propinsi.

“Jadi, kita tidak tahu dimana kendalanya, sebab yang lebih tahu itu adalah pihak Bank Sumut sebagai pihak yang mengetahui keadaan keuangan,”tukasnya.

Tidak ada komentar: