Kamis, 12 Maret 2009


Keterangan Foto : TERIMA PENGADUAN : Sekjen Komnas HAM Perlindungan Anak Aries Merdeka Sirait saat menerima pengaduan Jamaluddiun Manalu yang mengaku 3 anaknya saat ini putus sekolah, akibat ibunya dipindah tugas ke daerah jauh tanpa alasan jelas, tetapi ia menduga karena kegetolannya memperjuangkan tanah yang diserobot Pemkab Tapteng untuk pembangunan bandara Dr FL Tobing Pinangsori, di Keuskupan Sibolga. Foto : TIGOR MANALU


Sekjend Komnas HAM Perlidungan Anak, Aries Merdeka Sirait
Anak – Anak Korban Penyerobotan Tanah Oleh PT NS, Putus Sekolah dan Kurang Gizi
# Proses Kasus Pembakaran Kantor PT NS Salahi Hukum Acara Peradilan Negara
TIGOR MANALU - TAPTENG
Puluhan anak - anak dari keluarga korban penyerobotan tanah milik warga yang diduga dilakukan oleh PT Nauli Sawit (NS) di wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) dilaporkan telah mengalami putus sekolah dan gangguan kesehatan seperti kurang gizi.
Sekjend Komnas HAM Perlindungan Anak, Aries Merdeka Sirait dalam siaran persnya kepada sejumlah wartawan, Kamis (12/3) di ruang tamu Keuskupan Sibolga di Jalan Ade Irma Sibolga mengungkapkan, bahwa nasib anak - anak tersebut saat ini sangat memprihatinkan dan menyedihkan, karena masa depan mereka terancam sebagai imbas dari ketidakpastian hukum yang dialami keluarga dan orang tuanya karena bersoal dengan PT NS.
Menurutnya, proses hukum orang tua anak - anak korban penyerobotan tanah dan juga sekaligus menjadi tersangka kasus dugaan pembakaran kantor PT NS ini sangat berbelit - belit dan menyalahi hukum acara peradilan Negara. Pasalnya, selama dalam proses hingga dijadwalkan minggu depan akan diambil putusan saksi korban yang mengalami dirugikan atas kejadian itu atau dengan kata lain pemilik PT NS tidak pernah dihadirkan dalam persidangan.
“Pada saat Sidang, pihak Jaksa Penutut Umum (JPU) hanya mengelar keterangan saksi - saksi yang merupakan karyawan PT Nauli Sawit, tetapi saksi korban dari pemilik perusahaan yang dirugikan atas kejadian itu, tidak pernah dihadirkan dalam persidangan. Maka saya menilai proses hukum kasus pembakaran kantor PT NS, jelas menyalahi Hukum Acara Peradilan Negara,”ungkap Sirait seraya meminta agar hakim segera membebaskan para tersangka.
Ia mengakui, proses persidangan sangat berbelit - belit dan tergolong lama. Akibanya telah memberi dampak buruk terhadap kehidupan anak - anak mereka dan hal ini telah melanggar UU Perlindungan Anak.
“Tidak bisa tidak, para tersangka harus dibebaskan karena proses peradilan telah menyalah hukum,”ujar Sekjen Komnas HAM Perlindangan Anak ini, seraya memastikan pihaknya tetap memantau kasus ini dari Jakarta dan bila hakim tetap menjatuhkan vonis hukuman kepada para tersangka, maka pihaknya akan membuat pengaduan ke Komisi Yudisial.
Senada dengan itu, Pastor Rantinus yang turut hadir dalam temu pers tersebut menambahkan, bahwa orang tua mereka dijerat dengan pasal yang tidak pernah mereka lakukan, karena tidak ada satu pun saksi dalam persidangan yang melihat secara langsung para tersangka membakar kantor itu, namun JPU dan hakim tetap saja melakukan penahanan kepada para terdakwa dan prosesnya hingga waktu yang lama.
Pada kesempatan itu juga, Sirait menerima pengaduan dari orang tua bernama Jamaluddun Manalu penduduk Kecamatan Pinang Sori Kabupaten Tapteng yang memiliki 3 orang anak, tetapi saat ini sudah putus sekolah dan tidak terawat karena tidak lagi mendapat kasih sayang dari ibunya yang dipindah tugaskan ke daerah lain oleh Pemkab Tapteng dengan alasan tidak jelas.
“Anak - anakku saat ini seperti anak ayam yang kehilangan induk, semuanya tidak terawat setelah ibunya yang bekerja sebagai guru SD Negeri dipindahkan ke daerah yang jauh karena saya getol memperjuangkan tanah kami yang diserobot Pemkab Tapteng untuk pembangunan bandara Dr FL Tobing Pinang Sori,” akunya seraya mengaku bermimpi agar seorang pahlawan yang mau memperjuangkan orang miskin kelak lahir di Tapteng ini.

Tidak ada komentar: