Selasa, 12 Mei 2009

Ratusan Umat Buddha Rayakan Tri Suci Waisak di Vihara Avalokitesvara Sibolga

Keterangan Foto : IBADAH : Ratusan umat Buddha mengikuti kegiatan ibadah Puja Bakti Tri Suci Waisak 2553 BE (budhis era) 2009 yang berlangsung hikmad dan kusuk, di aula Vihara Avalokitesvara jalan S Parman, kecamatan Sibolga Kota, kota Sibolga. Foto : TIGOR MANALU
 

Ratusan Umat Buddha Rayakan Tri Suci Waisak di Vihara Avalokitesvara Sibolga

TIGOR MANALU | GLOBAL | SIBOLGA

Ratusan umat Buddha di kota Sibolga mengikuti kegiatan Puja Bakti Tri Suci Waisak 2553 BE (budhis era) 2009 berlangsung hikmad dan kusuk, di aula Vihara Avalokitesvara jalan S Parman, kecamatan Sibolga Kota, kota Sibolga, Sabtu (9/5).

 

Peringatan Waisak ini mengambil tema "Eling membangun kemenangan purnama waisak, damai dalam diri harmoni dengan semua" dimulai pada pukul 07.00WIb dan diawali dengan masuknya prosesi ke lokasi kegiatan puja bakti, penyalaan lilin panca warna, persembahan puja, meditasi dan pembacaan dhammapada.

 

Ketua umum yayasan Vihara Budha Sibolga, Hardi Virgo bersama Wakil ketua Vinsen Efendy dan ketua bidang pendidikan Andri Parlinggoman usai kegiatan puja bakti kepada Global mengatakan, setelah kegiatan puja bakti selesai dilanjutkan acara pelita waisak pada malam hari pukul 19.00WIB, di mana pada kegiatan pelita waisak, umat Budha akan menyalakan 10.000 lilin.

 

Sementara itu, Bhikku Citta Samvaro yang memimpin kegiatan puja bakti pada peringatan waisak di Sibolga, kepada Global menjelaskan, peringatan tri suci waisak merupakan peringatan tiga peristiwa suci yang jatuh pada bulan Mei.

 

"Di mana hari Tri Suci Waisak merupakan hari Buddha, sebab terjadi pada bulan yang sama, hari kelahiran, hari mencapai penerangan sempurna dan hari Parinibbana atau meninggalnya sang Buddha, yang terjadi tepat pada hari Purnama Siddhi di bulan Mei,"katanya.

 

Dikatakan, ketiga peristiwa yang terjadi pada hari yang sama merupakan suatu kejadian yang sangat langka dan unik. Yang kemudian dite-tapkan menjadi hari Raya agama Buddha. Pada hari tersebut para pemeluk agama Buddha berkumpul untuk menunjukkan penghormatan, pemujaan, perenungan pada jasa-jasa kebajikkan serta makna dari ajaran yang telah diberikan oleh Sang Buddha kepada semua manusia.

 

"Pada saat bodhisattva atau disebut sebelum mendapat penerangan sempurna, Budha terlahir sebagai seorang pengeran Sidharta Gautama. Beberapa kali beliau melihat empat pemandangan yang membuat dia terus berpikir, yakni melihat orang tua, orang sakit, orang mati, dan seorang pertapa mulia. Beliau sangat tergugah hatinya oleh kejadian-kejadian tersebut dan memutuskan keluar dari mencari orang yang dapat menghidari empat hal tersebut,"tuturnya.

 

Kemudian, imbuhnya, saat perjalanan, bodhisattva bertemu dengan para petapa mencoba menyiksa diri khususnya mengenai penderitaan akibat kelaparan sebagai jalan mengakhiri kelahiran dan kematian. Karena keinginannya yang sungguh - sungguh, badannya menjadi kurus selama enam tahun melaksanakan puasa secara ketat, yang sangat sukar bagi orang biasa untuk bertahan. Pada jam makan, dia harus puasa bila hanya makan sebutir.

 

"Pada suatu saat melakukan perjalanan bodhisattva mendengar suar petikan gitar dan beliau mendapatkan ilham. Di mana untuk menyetel sebuah gitar tidak boleh terlalu ketat dan tidak boleh terlalu kendor, sehingga beliau meninggalkan cara penyiksaan diri. Dan ada seorang manusia memberikan susu untuk diminum sehingga tubuhnya yang lemas kembali segar, dan selanjutnya dengan kebulatan tekad dan ketenangannya, Bodhisattva Gautama berhasil meneruskan meditasinya serta akhirnya menjadi Budha,"ujarnya.

 

Jadi, lanjutnya, peristiwa kelahiran harus sering kita renungkan kembali bahwa ada titik awal dari kelahiran manusia yang tidak berbeda. Selanjutnya dari titik awal manusia, kemudian akan jadi mulia dan manusia dapat dilatih dan mampu dilatih sampai titik tertinggi dari kemanusiaan.

 

Sedangkan, peristiwa mencapai penerangan adalah munculnya Dhamma yang merupakan suatu hal yang sangat tertinggi, kebebasan mutlak dari manusia yang melihat kebenaran dari alam semesta dan melatih serta melaksanakan sendiri sesuai dengan Dhamma dengan kebijaksanaan dan semangat sampai mencapai penerangan dan mengerti jelas pada Dhamma.

 

Dan peristiwa Parinibbana atau meninggal dunia merupakan peringatan untuk kesadaran yang lebih dalam dilandasi dengan tidak lengah dalam kebenaran itu. Kebiasaan dari alam semesta ialah semua barang tidak kekal, tidak tahan dan mengalami perubahan sesuai dengan hukum sebab musabab selalu. Kebenaran ini selalu ada dan mengawasi semua kehidupan dari semua manusia dan kehidupan itu akan berakhir dengan kematian.

 

"Pada hari Parinibbana Sang Buddha, kita memperingatinya untuk tahu bahwa diantara keberadaan kehidupan itu. Manusia harus cepat belajar melatih diri sendiri untuk berkembang yang akan bertemu dengan Dhamma bersama dengan hebijaksanaan dan semangat demi berbuat penghidupan dari kelompok orang untuk menuju kebaikan, perdamaian dan bahagia serta hidup bebas, tidak menunggu hari esok atau menyia-nyiakan kesempatan hingga kematian datang,"paparnya.

 

Ditambahkannya, dalam agama Budha ada empat macam kesucian, yakni pertama Sotapana orang suci yang laing banyak akan terlahir dengan sebanyak tujuh kali lagi, kedua Sakadagami Sakadagami orang suci yang paling banyak akan terlahir tiga kali lagi, ketiga Anagami orang suci yang tidak akan terlahir lagi di alam manusia, tetapi langsung terlahir kembali di alam surga dan yang terakhir Arahat orang suci yang telah menyelesaikan semua usahanya untuk melenyapkan semua belenggu yang mengikatnya, yakni keserakahan, keakuan, kedengkian, kebencian dan kebodohan. Bila ia meninggal dunia, ia tidak akan terlahir di alam mana pun dan akan parinibbana.

 

"Tetapi untuk mencapai itu, prosesnya tidak mudah, jika kita tidak mempraktekan kebenaran dan kebajika. Oleh karena, itu marilah kita mengamalkan ajaran Buddha dalam hal kebenaran dan kebajikan disetiap kehidupan,"ajaknya.

 

 

 

 


Tidak ada komentar: